Si Anak SMP yang ku Suka

Sabtu, 16 Juli 2011
Sekolahku, yaitu sekolah swasta yang terdiri dari jenjang TK,SD,SMP,SMA. Saat ulang tahun sekolah kami warga sekolah semua antusias untuk menyelenggarakan ulang tahun sekolah semegah dan semeriah mungkin. Jadi semua anggota OSIS dari SMA dan SMP berkumpul bersama untuk merapatkan acara ulang tahun sekolah.
            Edy adalah ketua OSIS SMP yang ikut rapat bersama para osis SMA. Tapi dia antara kakak-kakak osisnya di SMA, Edy mempunyai ide-ide kreatif. Ia juga tak kekurangan ide untuk membuat acara ulang tahun sekolah makin seru. Ia juga mendengarkan penjelasanku dengan cermat. Mungkin itu yang aku suka darinya, sosok pemimpin yang sangat berwibawa.
            Bira duduk terpaku di depanku, matanya memandangku tak berkedip, keningnya mengkerut sedikit seolah menginginkan penjelasan dariku. Tapi aku tetap diam dan tersenyum melihat temanku itu.
            “Jadi kamu suka sama anak SMP, si  Edy itu?” Aku tetap diam, tetap merancang jadwal acara ulang tahun sekolah. “Jawab Ris!” Bira menggoncang-goncangkan tubuhku.
            “Yaya.. oke” ia diam. “Aku emang suka sama Edy, so?” Ia terpekik
            “So? Kamu gila, Ris dia anak SMP”
            “Aku tau. Tapi 2 tahun lagi dia SMA” Bira menganggkat satu alisnya
            “Ya dia SMA, tapi dua tahun lagi kamu juga kuliah kan!”
            “Jadi apa masalahnya dong. Edy gak lebih pendek dari aku, dan keliatannya dia gak begitu kekanak-kanakan kan?”
            “Bukan masalah tinggi badan, bukan masalah ke dewasaan. Tapi anak SMP itu, si celana pendek” katanya meremehkan.
            “Aku gak pernah berpikir dia si celana pendek yang patut di remehkan, yang aku tau aku suka sama karena dia itu keliatan dewasa, ya imut sih” Bira masih belum bisa menerima kata-kataku. Ia pergi dari ruang OSIS dan meninggalkan ku di ruang OSIS sendirian. Aku tetap mengerjakan tugasku menyusun jadwal ulang tahun sekolah. Edy masuk ke ruang OSIS, meski OSIS SMP tapi ia tak canggung masuk ke ruang OSIS SMA.
            “Rista, jadwalnya udah selesai, aku boleh liat gak?” gak sopan, ia tak pernah memanggilku dengan sebutan ‘kakak’ tapi langsung memanggil namaku. Tak masalah pikirku, mungkin itu caranya untuk mengakrabkan hubungan.  
            “Em lagi dikit sih, aku punya masalah sama penutupanya. Bagusnya acara apa pake penutupannya yah?” Ia meneliti jadwal yang aku rancang. Wajahnya terlihat serius. Aku selalu menyukai wajah seriusnya. Saat rapat itu juga, di saat OSIS lain tak berantusias dengan penjelasanku, tapi berbeda dengan Edy, ia medengarkan aku dengan serius dan menanggapi semua apa yang aku jelaskan.
            Akhirnya siang itu aku mengerjakan jadwal ulang tahun sekolah sampai siang bersama Edy, karena menurut Edy semuanya perlu di ubah. Dan akhirnya pekerjaanku di ambil alih oleh Edy, ia merancang ulang semua jadwal yang aku buat. Aku malah tertidur di sampingnya yang sedang bekerja itu. Ia tak lantas membangunkan aku saat ia sudah selesai merancang ulang jadwal itu. Dan sorenya aku baru bangun melihat Edy tertidur di meja kerja Bira. Aku ingin membangunkannya, tapi wajah tidur Edy yang sangat manis itu membuat aku terdiam dan ingin melihat wajah itu lebih lama lagi.
            Lama aku pandangi, akhirnya ia bangun dan membuat aku terkejut.
“Kamu udah bangun?” Ia menutup wajahnya.
            “Maaf ya, Ris aku malah ketiduran gini, jelek yah pas aku tidur?”
            “Gak kok, imut” Aku menutup mulutku keceplosan. Bagaimana aku bisa mengatakan hal itu di depan orangnya. Wajah Edy langsung berubah serius lagi. “Maaf ya gara-gara kerjaku yang gak bagus, kamu juga harus kerja sampai sore gini” Ia tersenyum. Lalu membantuku membereskan meja kerjaku dan ruang OSIS.
            “Edy udah punya pacar?” Ia terkejut tiba-tiba aku bertanya seperti itu. Dengan imutnya ia tersenyum. Apa maksudnya? Lama aku tertegun, lalu ketawa. Betapa bodohnya, seorang ketua OSIS dan imut begini mana mungkin belum punya pacar. Selesai membereskan ruang OSIS, lantas pulang. Aku melihat Edy pulang dengan menggayuh sepedanya. Aku hanya menyapanya dan tersenyum.
            Bira datang mengejutkanku. Ia duduk melihatku dengan senyumnya.
            “Kenapa kamu, Ris?” ia seakan tau masalahku tanpa aku bicara. “Edy yah, kenapa lagi sama si OSIS celana pendek itu?” aku diam. Bira masih bawel dengan tebakan-tebakannya itu. “Owh ya tadi pak Mardi titip pesen katanya kamu di suru ngasi jadwal ulang tahun tuh” Aku mencari kertas yang kemarin di kerjakan Edy, tapi kertas itu luput dari pandanganku. Kemarin Edy menaruhnya di mana yah? Bira hanya duduk melihatku yang panik mencari kertas itu.
            “Mana ya kertas itu?” Bira baru membantu aku ketika aku berkata “Jangan-jangan jadwalnya ilang lagi, mampus aku!” Lalu aku keluar dari ruang OSIS dan pergi ke kelasnya Edy. Kata teman kelasnya “Mengaso gini, biasanya Edy ada di ruang OSIS kak!” Bener-bener ketua OSIS yah, jam istirahat gini aja di pakai diam di ruang OSIS. Aku saja yang ketua OSIS SMA jarang mengunjungi ruang OSIS, kesana hanya jika perlu saja. Aku mencari Edy di ruang OSIS yang tak jauh dari kelasnya.
            “Dy, kemarin kamu sampai pulang sekolah gak ada di kelas. Kamu kemana?” Edy Nampak sibuk, ia hanya menanggapi kata-kata temanya itu singkat.
            “Di ruang OSIS SMA”
            “Belakangan ini kamu jadi sering ke sana, yah tau sih kalau mau menjelang ulang tahun sekolah. Tapi pasti bukan itu aja kan alasannya?” Rido temannya Edy mendesak Edy untuk menanggapi pertanyaannya.
            “Apaan sih, gak ada apa!”
            “Gak mungkin. Semenjak rapat sama OSIS SMA kamu jadi berubah!”
            “Berubah gimana?”
            “Ya berubah, atau jangan-jangan kamu suka sama ketua OSIS SMA yah, kak Rista” yah teryata aku yang mereka bicarakan. Bukan maksudku menguping, tapi hanya sekedar ingin tau apa yang mereka bicarakan tentang aku (sama saja menguping namanya)
            “Apaan sih” Muka Edy merah.
“Udah jangan bohong, aku tau kok”
“Oke, oke.. aku ngaku.. aku memang suka sama salah satu OSIS SMA ada yang manis sih, tapi bukan ketuanya. Hanya OSIS biasa” berjeder rasanya hatiku mendengar kata-kata Edy.
Aku tak meneruskan tujuanku untuk bertanya di mana kertas jadwal ulang tahun sekolah. Aku kembali ke ruang OSIS dan mencari kertas itu di bantu oleh Bira.
            Bira selalu bertanya padaku “Kamu kenapa nangis sih, ada apa? Cerita dong Ris” Tapi aku mengabaikan kata-kata Bira, terus mencari kertas itu. Tapi pikiranku tidak terfokus pada hilangnya kertas penting itu, tapi kata-kata Edy. Aku terduduk lemas dalam tangisa. Bira hanya memelukku tanpa bertanya lagi.
            Setelah putus asa, aku di bantu Bira untuk membuat ulang susunan jadwal ulang tahun sekolah . Bira tak sebawel tadi. Ia hanya melakukan apa yang aku suru dan apa yang aku minta. Bahkan ia memberikan saran jika aku butuhkan, tapi tetap saja pikiran ku masih melayang karena kata-kata Edy. Karena konsentrasiku hilang, jadwal itu jadi kurang tertata.      
            “Ris” Aku dan Bira terkejut begitu melihat kedatangan Edy. Ia membawa kertas yang aku cari.
            “Edy, ada apa?” Tanya Bira, sementara itu aku hanya mampu menunduk menutupi mataku yang sembab akibat menangis tadi
            “Ini kak, kertas jadwal ulang tahun sekolah” Bira mengambil dan melihatnya. Ia melihatku.
            “Ris, jadi kertas ini yang tadi kamu cariin?” Aku diam. “Trus kenapa bisa ada di kamu, Dy?”
            “Owh kemarin gak sengaja ke selip di tas aku kak” Aku lega.
            “Ya udah deh, aku bawa ke pak Mardi dulu. Dari pada kamu di marahin lagi” Kata Bira padaku. Aku terkejut jangan-jangan Bira menyangka aku menangis karena di marahi oleh pak Mardi. Tapi biarlah dia berpikir seperti itu. Sementara Bira pergi, Edy malah diam di ruang OSIS.
            “Maaf ya Ris, gara-gara aku kamu jadi di marahi pak Mardi” karena Edy juga mengira hal yang sama maka aku mulai berani mengangkat wajahku.
            “Gak apa-apa kok, lagian udah biasa aku kayak gini” Aku diam, Edy juga diam. Akhirnya aku mencari topik agar terlihat seperti biasa “Dy, kok kamu gak panggil aku kakak sih?” Ia jadi terkejut dan mulai malu-malu.
            “Gak boleh ya kak? Maaf deh” kak katanya, aku menjadi aneh mendengar Edy memanggil aku kak, mungkin aku mulai terbiasa di panggil Rista oleh Edy.
            “Gak apa-apa sih, cuma kan aku lebih tua dari kamu 2 tahun, seharusnya kamu panggil aku kakak. Tapi terserah kamu sih mau panggil aku apa, senyaman kamu aja deh”  Kami diam lagi, mungkin Edy mulai canggung padaku. Harusnya aku tak berkata demikian.
            Bira datang mengejutkan ku dan Edy.
            “Gila kamu, Ris. Kamu bikin aku malu aja. Ternyata tadi kamu gak nyari pak Mardi dan gak di marahin pak Mardi yah?”
            “Ya emang gak?”
            “Trus tadi kamu kemana? Dateng-dateng langsung nangis gitu”
            “Ya tadi sih maunya ke ruang OSIS SMP” kataku ngolot, tanpa sengaja aku sudah keceplosan dan menggali lubangku sendiri. Bira melihat Edy dengan pandangan curiga. Edy melihatku dengan pandangan curiga. Aku hanya berani menggigit bibirku.
            “Jadi tadi kakak ke ruang osis SMP? Aku tadi terus di sana loh! Kok gak ketemu kakak yah?” Bira makin melihatku curiga. Aku makin bingung harus menjawab apa.
            “Jadi Edy yang bikin kamu nangis barusan?” tebak Bira. Edy hanya meng aah? Bira menuduhnya begitu.
            “Apaan sih Bir, ini gak ada sangkut pautnya sama Edy”
            “Trus apa dong?” Seperti biasa Bira selalu menuntut jawaban dari ku. Memang dia sahabatku, tapi ada masalah pribadi yang tak ingin aku ceritakan pada Bira. “Kamu suka kan sama Edy” kata-kata Bira sudah menggangu privasiku. Edy masih menatapku tampak bertanda tanya bersar, mungkin banyak pertanyaan yang mengalun di benaknya.
            “Bira, kamu udah keterlaluan yah. Kamu gak seharusnya ngurusin urusan pribadi aku kayak gitu. Aku gak suka kamu sok ikut campur urusan aku.” Bira menatapku lalu menatap Edy dan pergi. Baru aku menyesal mengatakan itu pada Bira, selama ini aku tak pernah bertengkar dengan Bira. Aku terduduk capek di kursi ruang osis SMA. “Maafin Bira yah, Dy” Edy mengangguk.
            “Jadi..” Edy terdiam ragu. “Jadi kakak juga suka sama aku?” ia melirikku. Aku terdiam, merasa malu iya, lega iya, dan terkejut juga iya. Aku kebingungan menjawab seperti apa.
            “Maksudnya, juga suka?” Aku malah bertanya balik.
            “Jadi ternyata kakak juga suka sama aku?” Aku hanya mengangguk. Senyum imut Edy mengembang. Entah ia merasa sombong atau merasa bahagia karena perasaanku.
            “Aku kira kakak gak akan suka sama aku karena aku anak SMP” aku hanya diam. Edy hanya tersenyum malu. Setelah Edy bercerita tentang dirinya, aku jadi tau kenapa ia bersikap serius saat rapat ulang tahun sekolah. Katanya ia ingin terlihat dewasa di depanku. Pantas saja ia paling tidak suka aku bilang imut. Tapi aku sudah aku jatuh cinta pada sosok anak SMP yang imut.
            “Jadi siapa anak OSIS yang manis itu?”
            “Ah?” Aku menutup mulutku, sejak kapan sih aku tidak bisa menjaga mulutku untuk tidak keceplosan. “Kakak denger yah?”
            “Em, bukan maksud ku nguping sih” Wajah Edy terlihat malu-malu. Wajahnya jadi tambah imut seperti itu.
            “Ya, kan gak mungkin aku bilang aku suka sama ketua OSIS SMA, ketua OSIS SMA kan cuma satu. Kan malu kalau ketahuan aku naksir kakak, ya kalau kakak juga suka aku. Kalau gak, mampus aku kakak” Aku tertawa. Aku jatuh cinta pada anak SMP yang imut itu. 




Karya: Erna Wintari

0 komentar:

Posting Komentar